Type Here to Get Search Results !

𝐏𝐞𝐫𝐣𝐚𝐧𝐣𝐢𝐚𝐧 𝐍𝐞𝐰 𝐘𝐨𝐫𝐤 𝟏𝟗𝟔𝟐: 𝐃𝐨𝐤𝐮𝐦𝐞𝐧 𝐊𝐨𝐥𝐨𝐧𝐢𝐚𝐥 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐌𝐞𝐫𝐚𝐦𝐩𝐚𝐬 𝐌𝐚𝐬𝐚 𝐃𝐞𝐩𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐩𝐮𝐚 𝐁𝐚𝐫𝐚𝐭

𝐏𝐞𝐫𝐣𝐚𝐧𝐣𝐢𝐚𝐧 𝐍𝐞𝐰 𝐘𝐨𝐫𝐤 𝟏𝟗𝟔𝟐: 
𝐃𝐨𝐤𝐮𝐦𝐞𝐧 𝐊𝐨𝐥𝐨𝐧𝐢𝐚𝐥 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐌𝐞𝐫𝐚𝐦𝐩𝐚𝐬 𝐌𝐚𝐬𝐚 𝐃𝐞𝐩𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐩𝐮𝐚 𝐁𝐚𝐫𝐚𝐭

📝𝘌𝘭𝘪𝘴𝘢 𝘉𝘪𝘴𝘶𝘭𝘶
Pada 15 Agustus 1962, di sebuah meja perundingan jauh di kota New York, tiga kekuatan asing duduk bersama: Belanda, Indonesia, dan Amerika Serikat di bawah naungan PBB. Mereka berbicara tentang tanah yang kaya emas, tembaga, hutan, dan laut—Papua Barat—seakan sedang membicarakan barang dagangan.

Di ruangan itu, tidak ada satu pun kursi untuk rakyat Papua Barat. Tidak ada suara yang datang dari gunung, pantai, atau lembah-lembah di tanah ini. Tidak ada yang menanyakan kepada mereka: “Apa yang kalian inginkan untuk masa depan kalian?”
Bagi Belanda, Papua adalah sisa terakhir dari mahkota kolonialnya di timur. Bagi Indonesia, Papua adalah “harga mati” demi ambisi negara kesatuan. Sementara Bagi Amerika Serikat, Papua adalah papan catur geopolitik, benteng strategis melawan komunisme, dan tambang emas raksasa yang menunggu untuk digali demi memperkokoh 

Dalam logika mereka (kolonial), Papua bukan bangsa—Papua hanyalah wilayah. Dan wilayah itu bisa dipindahkan tangan seperti sertifikat tanah.

Perjanjian New York menjanjikan Penentuan Pendapat Rakyat sebelum akhir 1969.
Bahasanya indah: “one man one vote”.
Kenyataannya busuk: dari 800.000 jiwa rakyat Bangsa Papua Barat saat itu, 
hanya 1.026 orang dipilih dan dipaksa untuk berkata “ya” di bawah bayonet militer, mewakili ratusan ribu orang Papua yang tidak pernah diminta pendapatnya.

"Itu bukan demokrasi—itu penyanderaan politik yang dibungkus diplomasi."

Perjanjian New York bukanlah jalan menuju kemerdekaan Papua Barat, melainkan pintu gerbang kolonialisme baru. Dari Belanda, tanah ini jatuh ke tangan Indonesia, dengan restu Amerika Serikat dan stempel PBB.
Segera setelah itu, tanah dan gunung dibor, emas diangkut, dan sungai dikotori demi keuntungan korporasi asing. Rakyat Papua menerima janji, sementara orang lain menerima kekayaannya.

Mereka yang menandatangani dokumen Perjanjian New York mungkin mengira suara rakyat Papua bisa dibungkam selamanya. Mereka salah.
Hak untuk menentukan nasib sendiri bukan pemberian Belanda, Indonesia, Amerika, atau PBB—hak itu lahir dari keberadaan Papua sebagai bangsa. Dan hak itu tidak kadaluarsa, meski puluhan tahun direbut dan diinjak.

Secara prinsip hukum internasional, rakyat Papua Barat tetap memiliki hak sah untuk menentukan nasib sendiri, karena Papua Barat adalah bangsa dengan identitas etnis, budaya, dan sejarah yang berbeda dari Indonesia.

Perjanjian New York hanyalah kesepakatan antar negara kolonial — bukan mandat rakyat Papua Barat. Ini adalah bentuk neo-kolonialisme modern yang menggunakan PBB sebagai tameng legitimasi, demi kepentingan stabilitas geopolitik dan keuntungan korporasi asing, yang akhirnya membuka jalan eksploitasi sumber daya secara masif, seperti tambang Grasberg yang tidak memberi manfaat signifikan bagi rakyat Papua Barat.

***

Singkatnya, Perjanjian New York adalah perjanjian kolonial abad ke-20 yang dibungkus diplomasi, tetapi isinya adalah pengkhianatan terhadap hak politik rakyat Papua Barat. Hak untuk merdeka dan menentukan nasib sendiri bukan sekadar tuntutan politik, melainkan pemulihan keadilan historis yang telah dirampas sejak 1962.

Perjanjian New York adalah utang sejarah yang belum dibayar. Dunia internasional, Indonesia, dan Belanda berhutang satu hal kepada rakyat Papua Barat: Bukan uang, bukan proyek, bukan janji kosong—tapi hak penuh untuk memilih untuk menentukan nasibnya (kemerdekaannya) sendiri.

Dan selama hak itu belum dikembalikan, maka setiap perayaan kemerdekaan Indonesia di atas tanah Papua hanyalah pesta di atas luka yang belum sembuh.

"𝙉𝙚𝙬 𝙔𝙤𝙧𝙠 𝘼𝙜𝙧𝙚𝙚𝙢𝙚𝙣𝙩 𝙞𝙩𝙪 𝙖𝙙𝙖𝙡𝙖𝙝 𝙄𝙗𝙡𝙞𝙨 𝙗𝙚𝙧𝙪𝙣𝙙𝙞𝙣𝙜 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙅𝙞𝙣, 𝙙𝙞𝙨𝙖𝙠𝙨𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙤𝙡𝙚𝙝 𝙨𝙚𝙩𝙖𝙣, 𝙩𝙖𝙣𝙥𝙖 𝙢𝙚𝙡𝙞𝙗𝙖𝙩𝙠𝙖𝙣 𝙆𝙞𝙩𝙖 (𝘽𝙖𝙣𝙜𝙨𝙖 𝙋𝙖𝙥𝙪𝙖 𝘽𝙖𝙧𝙖𝙩) 𝙈𝙖𝙣𝙪𝙨𝙞𝙖."

⚊ 𝘿𝙖𝙣𝙙𝙝𝙮 𝘿𝙬𝙞 𝙇𝙖𝙠𝙨𝙤𝙣𝙤

-𝐁𝐞𝐫𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐇𝐚𝐤 𝐌𝐞𝐧𝐞𝐧𝐭𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐍𝐚𝐬𝐢𝐛 𝐒𝐞𝐧𝐝𝐢𝐫𝐢 𝐁𝐚𝐠𝐢 𝐑𝐚𝐤𝐲𝐚𝐭 𝐁𝐚𝐧𝐠𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐏𝐚𝐩𝐮𝐚 𝐁𝐚𝐫𝐚𝐭-

"𝙎𝙚𝙡𝙖𝙢𝙖𝙩𝙠𝙖𝙣 𝙏𝙖𝙣𝙖𝙝 𝘼𝙙𝙖𝙩 & 𝙈𝙖𝙣𝙪𝙨𝙞𝙖 𝙋𝙖𝙥𝙪𝙖"

#BerikanHakMenentukanNasibSendiri
#HancurkanKapitalisme
#HapuskanKolonialisme
#LawanMiliterisme
@sorotan

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Hollywood Movies