l
eh: Constantinopel Ruhukail,,(Port Moresby, Papua New Guinea).
Riwayat hidup Johannes C Jambuane
Johannes C. Jambuane adalah salah satu diantara pimpinan komando operasi yang diangkat dalam rapat pembentukan Organisasi Pembebasan Papua Merdeka atau "OPPM" di Manokwari. “Johannes Kaprimi Jambuane” adalah nama sebenarnya yang tercatat dalam akta kelahirannya di masa pemerintahan Belanda.
Ia dilahirkan di pinggir kali Doremi Watabwa, Kebar, pada tanggal 6 Juli 1938. Menikah dengan Dorlince Waridjo dari Saukorem, Kecamatan Amberbaken.
Lahir dari perkawinan keduanya 7 orang anak, masing2: Welmince Paulina, Agustinus Justinus, Maritje Neltje, Juliantje Wellem Fox, Johanes Pirik, Abner Seth, dan terakhir adalah Fredrika.
Di masa Belanda, Johannes Jambuane adalah seorang inspektur polisi (1959 – 1962). Ia ditugaskan di detasmen kepolisian Sorong untuk memperkuat pasukan mariner Belanda menghadapi rencana invasi militer Indonesia yang dilancarkan dari pangkalan perang Indonesia di Morotai diwilayah Maluku berdekatan dengan pulau2 Raja Ampat.
Setelah invasi Indonesia terjadi dan Belanda meninggalkan Papua, Johannes Jambuane pindah dan bertugas di kepolisian Manokwari sebagai polisi peninggalan Belanda antara tahun 1962-1964.
Di saat ia bertugas di Manokwari, terjadi pertemuan dan kesepakatan antara tokoh2 rakyat dan bekas anggota PVK seperti: John Ariks, kedua beradik-kakak Bernard dan Barend Mandatjan, Terianus Aronggear, Wirogi Medudga, Watofa, Tarran, Arumisore, Elky Bemei, Permenas Awom serta tokoh2 lainnya untuk menggugat kehadiran Indonesia di tanah Papua.
Laskar Papua, yang terdiri dari bekas2 Tentara Papua (PVK) dan rakyat semesta di daerah kepala burung dibentuk/dibagi dalam beberapa Kompi dimana Sersan PVK Permenas Peri Awom diangkat dan dikukuhkan sebagai Panglima Laskar Papua.
Empat Kompi Laskar Papua yang dibentuk dengan nama “Kompi Kasuari”. Kompi Kasuari I (KK-I) dipimpin oleh: Permenas P. Awom, (KK-II) dipimpin oleh: J.B. Wanma, (KK-III) dipimpin oleh: F.Wambrauw, dan (KK-IV) dipimpin oleh Johannes Jambuane.
Setelah mereka mengambil sumpah, Johannes dan pasukannya meninggalkan Manokwari menuju Kebar. Dan pada tanggal 26 Juli 1965, 2 hari sebelum Markas Arfai diserang,
Johannes Jambuane melaksanakan tembakan pertama pada subuh hari menyerang post Tentara Indonesia di Kebar, membunuh sebanyak 45 orang anggota Tentara Nasional Indonesia.
Perang berlangsung hingga ia menyerah pada tahun 1969 ketika Brigadir Jenderal Acub Zainal menjabat sebagai Panglima KODAM-17 Cenderawasih.
Johannes Jambuane dan kawan2 dikirim ke Jawa untuk mengikuti latihan militer dan kembali bertugas di Jayapura di bawah Batalion 753 yang bermarkas di Kemiri, Sentani.
Sonek-1984 dan Johannes Jambuane.
Pada tahun 1984, Sonek-84 dibentuk untuk menyerang dan menduduki kota Jayapura. Gerakan ini dipimpin oleh: Major Marthen Luther Prawar (alm).
Johannes Jambuane merupakan satu diantara pasukan lapangan yang ditunjuk oleh Major Prawar untuk memimpin anak2 buahnya dari Batalion-751 untuk menduduki asrama militer di Kemiri.
Dalam Gerakan Sonek-1984 ini, Johannes Jambuane dikenal dengan panggilan “Pace Jambu”.
Dia orang hebat. Cakap berbahasa Belanda dan merupakan seorang penembak jitu yang sangat disegani oleh pihak musuh ketika ia mengangkat perang di hutan wilayah Kepala Burung, tepatnya di daerah Kebar hingga Ayawasi dan ke bagian utara di Sausapor/Amberbaken.
Setiap pejuang maupun bekas pengungsi tahun 1984 semua mengenal pace Jambu baik dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari di kamp (Blackwara), dalam kegiatan2 Gereja maupun diskusi politik yang diselenggarakan oleh Camp Committee untuk menggarap pemuda/i Papua dalam camp2 pengungsian tentang ideologi Papua Merdeka.
Pace Jambu kembali dalam gelombang repatriasi pengungsi ke Papua yang disponsori oleh UNHCR. Dia pulang ke Kebar bukan karena putusa asa atau menyerah.
Di Kebar, Pace Jambu terus mendorong upaya2 untuk pengakuan hak2 dasar dan politik rakyat melalui Forum2 Indigenous People di United Nations.
Pace Jambu sudah beberapa kali menginjakkan kakinya di Gedung PBB di New York, Gedung orang kulit putih yang merancang aturan2 dan resolusi2 yang menyangkal hak2 politik bangsa Papua untuk Merdeka.
Ah, sayang seorang Pejuang Papua Merdeka yang gigih telah pergi dengan damai.
Atas nama Sonek-84 dan pengungsi 1984 baik di Blacwara Vanimo, maupun Blackwara East Awin, Kiunga,
kami menyampaikan rasa turut berdukacita bersama Mama Dorlice Warijo-Jambuane, anak-anak: Welmince Paulina, Agustinus Justinus, Maritje Neltje, Juliantje Wellem Fox, Johanes Pirik, Abner Seth, dan Fredrika serta cucu2 yang ditinggalkan,
semoga mendapat penghiburan yang sejati dari Tuhan Allah Bapa kita Yang Maha Kuasa.
REST IN ETERNAL PEACE,
Comrade: Johannes Kaprimi Jambuane.l Gabuna Makibuna.
Coppy link:https://yaweimugu.blogspot.com/2022/09/pejuang-sejati-bangsa-papua-barat.html?m=1#.YxHeY-x0NPx