Oleh Jack Wanggai, October 21, 2015 ·
1. Benny Wenda, diterima dengan pintu terbuka oleh Afrika Selatan, Ketua Opisisi, Cucu Nelson Mandela, Ketua Parlemen, Mantan PM Transkei (sebuah negara yang kemudian melebur ke dalam Afrika Selatan). Hanya menunggu waktu, Afrika akan menekan PBB dalam persoalan Papua. Presiden Afsel, sewaktu Wenda ada di sana, kemudian membatalkan kedatangannya ke Indonesia untuk menghadiri Gerakan Non Blok, dan pembatalan ini, terjadi hanya dalam hitungan 3 hari ( sesuatu yang amat jarang terjadi dalam protokoler kenegaraan). Akhirnya, Jokowi
yang semula berharap 1 mobil dengan Presiden Afsel dari Jakarta menunju Bandung menjadi malu. Indonesia kehilangan muka. Mitos persoalan Papua hanya menarik perhatian di Pasific telah terpecah. Afrika menaruh perhatian.
2. Benny Wenda bertemu dengan penerima Nobel Perdamaian Dunia, Uskup Agung Afrika Selatan, Desmon Tutu. Pada pertemuan ini, Desmon Tutu menjanjikan : " Ketika engkau bertemu lagi denganku, Papua telah merdeka !" Anggota kehormatan "the Elders" ini sudah pasti tidak bermain dengan kata-kata ketika mengucapkan hal ini. Pengaruh pribadinya, semisalnya lewat organ ini, yang beranggotakan Kofi Annan ( mantan Sekjen PBB), Martti Akhtisaari (Mantan Presiden Filandia), Jimmy Carter (mantan Presiden USA), sudah pasti bukanlah sebuah omongan iseng. Buktinya, 1 minggu kemudian, Kemenlu USA menguarkanpengumuman situasi HAM se dunia, dan mencatat ada "diskriminasi ras" (penjajahan) yang membuah orang Papua terpinggirkan. Pada 2 hari kemudian, Prancis lewat France 24, yang didanai oleh pemerintah Perancis, yang disiarkan dalam 3 bahasa (prancis,arab dan inggris) ke 250 juta penduduk dunia, mengirimkan permintaan resmi kepada Victor Mambor, redaktur Jubi, guna menjadi korespondensi mereka di Tanah Papua. Mitos, tiada "koneksi internasional" dalam persoalan Papua telah terpecah.
3. Page FWPC saat ini telah beranggotakan kurang lebih 196 ribu orang se dunia, yang tiap hari bertambah,
yang tiap hari mendapatkan pasokan info terkini dan terbaru terkait perkembangan situasi di tanah Papua.
Persoalan publikasi telah runtuh pada tahun ini. Mitos "berita tentang Papua bisa dikontrol" telah terpecah !
4. Victor Mambor, redaktur Jubi, pada hari Kebebasan Pers Dunia (WPDF) yang jatuh pada tanggal 3 Mei, melalui IFJ, yang
beranggotakan 600 ribu wartawan se dunia, memberikan penghargaan kepadanya. Pers dunia, telah mengirimkan signal perhatian terhadap persoalan Papua. Presiden Jokowi dalam kunjungan ke tanah Papua pada bulan Mei tahun ini, bahkan memberikan waktu khusus guna bertemu Victor Mambor, yang datang memenuhi undangan itu dengan berkaos oblong dan bersandal jepit. Jokowi "ketakutan" terhadap tekanan publik dunia, dan menjanjikan wartawan boleh bebas datang meliput (meski ini kemudian dianulir oleh Panglima TNI dan Menkopolkam). Pagar "larangan bagi pers asing meliput di Papua" mulai retak.
4. Telah bertambah dua negara lagi, selain Vanuatu ( yang "kebetulan" karena Sato Kilman yang PM, maka tidak bicara persoalan Papua di sidang UNGA pada tahun ini), yakni Tonga dan Salomon Island. Sekutu Papua semakin banyak.
Mitos " hanya satu negara" yang mendukung kemerdekaan Papua telah terpecah !
5. ULMWP telah masuk menjadi "pengamat" dalam MSG, sebuah forum dunia. Artinya rakyat Papua saat ini telah memiliki sebuah
wadah yang diakui oleh 6 negara di Pasific yang berhak membicarakan persoalan Papua. Persoalan tidak ada wadah representatif bagi rakyat Papua telah runtuh pada tahun ini. Mitos tiada representasi Orang Papua telah terpecah !
6. PIF, yang terdiri dari 12 negara, mengakui bahwa Papua "ada persoalan" dan bukan lagi persoalan internal Indonesia.
Ini adalah persoalan dunia, dan mereka mau mengirimkan Tim Pencari Fakta (biasanya beranggotakan para Menlu ) ke Tanah Papua. Wakil Menlu USA yang hadir merestui keputusan ini, dan meminta Indonesia taat. Australia dan Selandia Baru, juga menyetujui ini. Hal ini bahkan diawali pada bulan Agustus ketika PM PNG mempersoalkan persoalan Papua dalam pidato resmi kenegaraannya di depan PM Jepang pada pertemuan bilateral mereka. Mitos "Papua adalah persoalan internal Indonesia" telah runtuh pada tahun ini.
7. Ada 14 LSM baik lokal, nasional dan Internasioal (semisalnya, Fransiscan Internasional,yang memiliki koneksi dengan Vatikan, dll) yang mempersoalkan kasus Penembakan 2 Pelajar di Timika. Persoalan ini akan masuk dalam pengadilan Internasional. Mekanisme hukum Internasional mulai bekerja untuk kasus Papua. Ini semua diawali dengan Pidato dari Ketua Komisi Tinggi Komisi HAM PBB, yang menyebutkan secara resmi, dalam pidatonya, ada persoalan di Papua. Penyebutan Papua di dalam pidatonya ini, amat mempermalukan Indonesia, karena hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Mitos bahwa persoalan Papua, hanya diselesaikan dalam koridor hukum NKRI telah pecah.
8. Pada tanggal 26 Oktober 2015, akan ada pertemuan dari IPWP, yang beranggotakan 103 anggota Parlemen se Dunia, yang mendukung kemerdekaan Papua. Pertemuan ini akan dilakukan di dalam gedung Parlemen Negara Inggris. Saat ini, dua anggota dari gerakan ini, menjadi PM Inggris dan Ketua Opisisi Parlemen Inggris.
Mungkin demikian, sedikit daftarnya, yang menjelaskan mengapa NKRI pusing terhadap persoalan Papua. Sehingga Jokowi harus membatalkan Jamuan Makan Malam dengan Presiden USA, Barack Obama, dan meminta jamuan makan malam dengan pihakKemenlu USA. Sudah pasti, dalam persoalan Papua, Jokowi akan berkata : "Beri kami waktu, tolong, tolong, beri kami waktu!"