Sejak Persipura masuk dalam kompetisi perserikatan di Indonesia, pada 1965 secara resmi ikut pertandingan regional di Maluku dan Sulawesi.
Selama pertandingan, Persipuramselalu menampilkan permainan gaya ala Samba Brasil, antara skill individu dan umpan –umpan bola pendek. Apalagi saat itu mantan pelatih Persipura mendiang HB Samsi selalu menitikberatkan pada permainan cepat dan andalkan skill individu.
Hal ini membuat gaya Samba sangat melekat dalam setiap permainan anak-anak Persipura kala itu. Benny Yensenem mengaku bahwa HB Samsi yang pertama kali memperkenalkan gaya Samba dalam permainan sepak bola di Papua.
Kapten Persipura era 1967-1977 mendiang Hengki Heipon juga mengakui kalau gaya Samba sudah melekat pada gaya permainan.
Hanya saja lanjut Hengky Heipon karakter bermain disesuaikan dengan masing-masing daerah mulai dari wilayah adat Saireri yang bergerak cepat dan mengunakan kelenturan tubuh.
Begitupula dari anak-anak wilayah adat Domberay maupun Bomberay di Kepala Burung, gerakan meliuk-liuk bersama bola dan tendangan keras sudah menjadi kebiasaan dalam karakter sepak bola setiap anak-anak Papua.
Termasuk kelincahan anak-anak Lapago dan Meepago ketika mengolah si kulit bundar di tengah lapangan dengan tendangan salto.
Salah satu legenda Persipura yang suka mencetak gol dengan gaya bersalto adalah mendiang Komisaris Besar(Kombes) Pol Levianus Doom.
Semua orang tahu gaya bermain klub Samba Brasil yang terkadang erat dengan gaya Persipura. Begitupula legenda mereka Pele adalah pemain Brasil yang dikenal dengan tendangan salto sangat apik ketika bermain.
Pemain yang bernama asli Edso Arantes do Nascimento lebih dikenal sebagai Pele adalah legenda sepak bola dunia.
Secara keseluruhan, Pele telah mengemas 1281 gol dalan 1363 pertandingan. Pendukung Santos memberi penghormatan sangat tinggi kepada Pele.
Fans Santos merayakan “Pele Day” atau “Harinya Pele” untuk mengenang gol ke-1000 yang dicetak Pele di Stadion Maracana. Sejak memustuskan pensiun dari sepak bola, Pele menjadi duta untuk badan dunia PBB, UNICEF.
Pele adalah satu-satunya pemain yang merasakan tiga kali mengangkat trofi Piala Dunia. Kehebatannya itu terus dikenang dan menjadi inspirasi para pemain. Prestasinya memang luar biasa, hingga kebesaran ia satu-satunya pemain berjuluk “Mutiara Hitam” di dunia sepak bola.
Pele-Pele Indonesia
Kejayaan Persipura semakin berkibar saat almarhum Brigjen (Purn) TNI Acub Zainal menjadi Panglima Kodam XVII/Cenderawasih hingga akhirnya menjabat Gubernur Provinsi Irian Jaya.
Saat itu pula Acub Zainal mengambil alih Persipura dan membentuk tim Irian Jaya Selection. Bahkan pemugaran stadion Mandala pun dilakukan Acub Zainal dan dilanjutkan dengan perebutan Piala Acub Zainal.
Peserta yang ikut dalam turnamen Acub Zainal sebanyak klub perserikatan dari sembilan kabupaten di Provinsi Irian Jaya, Persipura Jayapura, Persiwa Wamena, Perseru Serui, PSBS Biak, Perseman Manokwari, Persinab Nabire, Persimer Merauke, Persis Sorong, Persifa Fakfak.
Akhir dari turnamen tim tuan rumah Persipura bertekuk lutut saat berhadapan dengan anak anak Kota Rusa Merauke, Persimer.
Padahal waktu itu Persipura didukung pemain berbakat Timo Kapisa, Hengki Heipon, Hengki Mauri, Tinus Heipon dan penjaga gawang Jimmy Pieter. Sebaliknya Persimer Merauke, turut pula Edi Sabenan libero dan Marinus Marisan striker andalan yang menjebol gawang Persipura hingga kalah tipis 3-2.
Usai kompetisi Acub Zainal Cup, semua pemain berbakat bergabung ke Irian Jaya Selection ada Rooby Binur dan Tonny Betay dari PSBS Biak, Marten Jopari dan Johanes Auri dari Perseman Manokwari dan Edi Sabenan dari Merauke.
Begitupula ada Gustaf Beroperay dari Serui maupun Benny Yensenem dan Dicky Kewoy dari Persis Sorong serta Yosem Payakwa dari Persiwa Wamena.
Hengky Heipon sendiri mengaku kalau Irian Jaya Selection dan Persipura sebenarnya identic karena semua pemain terbaik ada di klub ibukota Provinsi Irian Jaya ini.
Gabungan Irian Jaya Selection ini akhirnya mendapat kesempatan menjajal kekuatan tim asal Jepang klub Hitachi.
Majalah Tempo edisi 23 Maret 1973 mengulas pertandingan antara Irian Jaya Selction yang saat itu berjersey Merah strip Hitam mirip klub AC Milan. Sebagai manejer tim Gubernur Acub Zainal membawa tim Irian Jaya Selection menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha, Jakarta Pusat.
“Bagaimana, mau menang atau kalah?” Tanya mendiang Presiden Soeharto pada anak anak kesebelasan Irian Jaya saat bertemu di Bina Graha Jakarta. Anak-anak Irian Jaya hanya tersenyum saja.
Biasanya Acub Zainal kontan menjawab, “Kemungkinan kita menang 3-1. Pak” Apa yang terjadi kemudian sulit diramalkan Acub Zainal, anak anak Irian Jaya kalah 2-1 dari tim tamu Hitachi.
Kekalahan tim Persipura dicetak Timo Kapisa sedangkan tim tamu berkat sundulan Sagheru Takanishi dan Hiro Ishi.
Presiden Soeharto pula yang menyebut anak-anak Irian Jaya dengan nama Pele-Pele Indonesia sejak itu pula Mutiara Hitam mulai melekat.
Bahkan prestasi Persipura semakin kuat ketika dalam final Piala Presiden Soeharto III pada 1976. Jelang Persipura melawan Persija Acub Zainal yang sudah tidak menjabat Gubernur Irian Jaya menulis surat kepada Persipura, Bandung 18 April 1976.
Salah satu tulisannya, “Sampaikan pesan saya kepada seluruh pemain Persipura sebelum meninggalkan asrama menuju lapangan: Siapa yang akan menang Persija atau Persipura? Jawablah keras! Aku yang bangga kawanmu Acub Zainal. Final berlangsung pada 19 April 1976 di Stadion Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta.
Warga Papua saat itu hanya mendengar siaran pandangan mata melalui Radio Republik Indonesia. Siaran hitam putih TVRI baru masuk ke Papua pada 1977 sehingga 1978 semua warga Papua bisa saksikan final sepak bola Piala Dunia 1978 di Argentina.
Nico Ramandey rekan seangkatan Ruly Nere dan Metu Dwaramury di Persipura Yunior kepada jubi.co.belum lama ini mengaku mereka hanya mendengar pertandingan antara Persipura melawan Persija lewat siaran RRI yang terkadang gangguan tinggi karena bukan FM ( Frekuensi Modulation) tapi melalui gelombang SW1 atau SW2 (Short Wave untuk gelombang jarak jauh) Persipura berhasil mengandaskan Persija dengan skor 4-3 masing-masing gol dicetak oleh Nico Patipeme kanan luar (11), Jakobus Mobilala kiri luar (27) , Pieter Aitiamuna gelandang (31) dan gol penentu striker Timo Kapisa (67). Sedangkan gol balasan tuan rumah Persija striker Persija Risdianto (36) dan striker Iswadi Idris (41 dan 90).
Kemenangan Persipura disambut pula musisi Black Brother yang saat itu menduduki puncak lagu musim Indonesia dengan lagu Hari Kiamat. Tak ketinggalan Hengky Merantoni gitaris dan vokalis Black Brother menciptakan lagu Persipura Mutiara Hitam.
“Orang telah tahu semua pun tahu Di lapangan hijau kini telah muncul di ufuk timur Mutiara hitam Timmo Kapisa Yohanes Auri dan kawan-kawannya bermain gemilang menerjang lawan dan selalu menang Persipura mutiara hitam Persipura selalu gemilang”.