[By:Kristian Griapon, 19 Desember 2020]
Keputusan yuridiksi ICJ, 25 Februari 2019 sehubungan dengan gugatan pemerintahan Mauritius terhadap pemerintahan Inggris atas kasus Kepulauan Chagos, memberi wacana baru atas satu keputusan hukum kebiasaan internasional tentang ‘keutuhan’, pemahaman terhadap Wilayah Tidak Berpemerintahan Sendiri berdasarkan wilayah geografis (prinsip Erga Omnes), yang telah dikaburkan statusnya oleh kepentingan “Geostrategi politik-ekonomi, dan pertahanan keamanan dalam bentuk penjajahan gaya baru/neo-kolonialisme.
Telah diterima oleh Pengadilan ICJ tentang Kasus Timor Timur, bahwa Prinsip Erga Omnes untuk orang-orang di Wilayah yang tidak Berpemerintahan Sendiri adalah “Bangsa”, dalam kaitan dengan Hak Komunal Pribumi di suatu Wilayah Geografi tentang “Penenutuan Nasib Sendiri”.
Hukum kebiasaan internasional yang tertera pada Keputusan yuridiksi ICJ, 25 Februari 2019 paragraf 156, yaitu: Cara untuk menerapkan hak menentukan nasib sendiri dalam wilayah yang tidak berpemerintahan sendiri, dijelaskan adalah "suatu wilayah yang terpisah secara geografi dan. . . berbeda secara etnik dan / atau budaya dari negara yang mengelolanya ”, ditetapkan dalam Prinsip VI Majelis Umum PBB-Resolusi 1541 (XV), diadopsi pada 15 Desember 1960: bahwa dalam rumusan “Wilayah Non-Pemerintahan Sendiri dapat dikatakan telah mencapai pemerintahan sendiri, atau pemerintahan penuh apabila berdasarkan pada kriteria:
(a) Suatu Wilayah Non Pemerintahan Sendiri telah menjadi sebuah Negara merdeka berdaulat;
(b) Menjadi sebuah Wilayah Otonom dari sebuah Negara merdeka; atau
(c) Berintegrasi ke dalam sebuah Negara merdeka".
Imperialisme dan kapitalisme telah menjadi suatu system politik-ekonomi global, mendominasi kekuasaan dunia, melalui negara – negara maju (modern) mencaplok wilayah-wilayah non pemerintahan sendiri di hampir semua belahan bumi, demi kepentingan geostrategis politik-ekonomi, dan pertahananan-keamanan. Sehingga membentuk penjajahan model baru terhadap wilayah-wilayah geografis oleh system politik-ekonomi global melalui negara-negara berkembang, dimana suatu wilayah geografi yang mempunyai potensi sumber daya ekonomi berada pada suatu wilayah regional.
Hubungan bilateral pada umumnya dijadikan bagian dari strategi negara-negara yang menggunakan metode penjajahan gaya baru dijadikan landasan untuk pembenaran hukum kebiasaan internasional melalui “Resolusi Majelis Umum PBB, 1514 (XV) pasal (6)”. Tentang penghormatan terhadap integritas teritorial nasional suatu Negara. (uti possidetis juris) atas pencaplokan wilayah geografis yang tanpa melalui konsesus dijadikan wilayah integritas negara.
Dilansir News Portal Jubi-Reporter: Victor Mambor/December 19, 2020 -5:12 am “PBB Adopsi Resolusi Hak Penentuan Nasib Sendiri” – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyetujui resolusi yang disponsori Pakistan yang menegaskan kembali hak untuk menentukan nasib sendiri bagi rakyat dan bangsa yang menjadi sasaran pendudukan kolonial, asing dan asing.
193 anggota majelis umum PBB ini mengadopsi resolusi melalui konsensus pada Rabu (15/12/2020) ketika mereka juga mempertimbangkan masalah hak asasi manusia lainnya.
Resolusi – “Realisasi universal hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri” – dengan jelas menyatakan bahwa penentuan nasib sendiri adalah hak fundamental semua orang – termasuk mereka yang berada di bawah dominasi kolonial, asing dan asing.
Resolusi, yang termotivasi oleh penderitaan rakyat Kashmir atas pendudukan India diatas wilayah geografis Kasmhir menjadi perdebatan baru, membuka ruang hak penentuan nasib sendiri bagi wilayah-wilayah konflik politik di dunia, diantaranya West Papua atas pendudukan Indonesia.
West Papua kini telah menjadi salah satu wilayah konflik, dalam peta konflik politik wilayah kekuasaan suatu Negara di dunia, dampak dari proses integrasi politik sepihak oleh Pemerintah Republik Indonesia yang tidak melalui prosedur standar hukum internasional pada PEPERA 1969, dan telah menjadi tematik HAM PBB atas berbagia kasus pelanggaran hak-hak sipol dan ekosob pribumi Papua diatas Wilayah Geografi West Papua.
Penulisan ini menandai "Pencaplokan Wilayah Geografis West Papua oleh Negara Republik Indonesia melalui "KOMANDO TRIKORA" 19 Desember 1961, wasalam.(Kgr)