Hal itu sebagaimana tersirat dari pernyataan Komisi II DPR-RI. Dimana KOmisi II ini menyatakan mendukung usulan pemekaran wilayan Papua dan Kalimantan, namun sebelumnya harus dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 32 tahun 2008 tentang OTDA, serta Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Pemekaran Wilayah.
Ketua Panitia Kerja (Panja) Pemekaran Komisi II DPR-RI Ganjar Pranowo, seusai menemui Guberur Provinsi Papua, di Kantor Gubernur, Kamis (28/10) kemarin, mengatakan DPR RI sudah melalukan study Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2008, kesimpulannnya bahwa Papua dan Kalimantan merupakan wilayah yang masih memungkinkan untuk dilakukan pemekaran.
“Kita sudah membuka file-file undang-undang Otda, memang daerah yang layak dimekarkan itu hanya Papua dan Kalimantan, karena luas wilayahnya,” jelas Ganjar yang juga ketua Tim KOmisi II DPR RI ini.
Namun, lanjut Ganjar, keinginan memekarkan wilayah Papua ini masih terkendala dengan berbagai persyaratan, seperti jumlah penduduk yang masih sangat sedikit, kesiapan penduduk, pengelolaan Sumber Daya Alam
yang minim serta pertimbangan teknis lainnya.
“Namun pemakaran Papua Tidak serta merta, kita meminta diperhitungkan ulang, dari sisi criteria, kalau kemudian mau ditambah provinsi baru di Papua, apakah penduduknya sudah siap apa belum, pengelolaan sudah siap belum, kalau semua sudah siap ya silahkan-silahkan saja,” katanya.
Ia juga mengatakan kalau saat ini DPR RI masih menunggu grand design pemekaran wilayah dari pemerintah, sehingga pemekaran wilayah yang diusulkan daerah itu harus dilakukan secara hati-hati.
“Pemekaran itu keniscyaan, tapi harus hati-hati, nah kahatian-hatian itulah yang perlu kita masukkan dalam revisi UU 32 Tahun 2008,” katanya.
Walapun Ganjar mengakui bahwa Papua masih layak dimekarkan namun hal DPR RI akan sangat berhati-hati soal usualan pemekaran di wilayah Papua, karena pengalaman bahwa Pemekaran wilayah hanya menguntungkan
elite birokrasi, sementara rakyat tetap dalam kemiskinan.
“Satu pertimbangan yang cukup rasional adalah circle birokrasi yakni jangan sampai anggaran yang besar itu masuk ke saku elite birokrasi, tidak sampai ke masyarakat, maka itu DPR RI akan sangat berhati-hati dengan usulan pemekaran,” katanya.
Menyoal sikap DPR RI yang terkesan pro-aktif mendorong pemekaran wilayah tanpa berkoordinasi dengan kepala daerah, langsung ditepisnya.
Ia mengatakan, DPR RI hanyalah lembaga representative, usulan pemekaran datang dari daerah.
“DPR-RI dalam fungsinya adalah fungsi reperesentatif, fungsi perwakilan, karena perwakilan maka kita hanya menunggu saja sebenarnya,” tandasnya. (hen/don)