MENUNTUT : Solidaritas Korban Pelanggaran Ham Papua saat melakukan aksi di lingkaran Abepura Selasa (6/7) sambil membentangkan spanduk yang bertuliskan “Otsus gagal pemerintah tidak mampu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di tanah Papua”.
MENUNTUT : Solidaritas Korban Pelanggaran Ham Papua saat melakukan aksi di lingkaran Abepura Selasa (6/7) sambil membentangkan spanduk yang bertuliskan “Otsus gagal pemerintah tidak mampu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di tanah Papua”.JAYAPURA [PAPOS]- Solidaritas Korban Pelanggaran HAM di Papua (SKPHP) melakukan aksi orasi 30 menit mengenang tragegi berdarah di Kabupaten Biak tanggal 6 Juli 1998 silang.Sekitar 40 orang massa dipimpin Koordinator aksi Peneas Lokbere melakukan orasi di lingkaran Abepura, Selasa (6/7) sambil membentangkan spanduk yang bertuliskan “Otsus gagal pemerintah tidak mampu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di tanah Papua”. Koordinator aksi, Peneas Lokbere ketika ditemui Papua Pos disela-sela berlangsungnya aksi mengatakan, aksi yang dilakukan SKPHP merupakan peringatan tragedi berdarah yang terjadi di Kabupaten Biak tanggal 6 Juli 1998 silam yang memakan banyak korban jiwa orang Papua.Peneas Lokbere mengatakan kasus Biak berdarah tidak akan terlupakan, karena orang Papua yang menyampaikan aspirasi kepada pemerintah RI dengan mengibarkan bendera bintang pajar atau bintang kejora pada waktu itu di Biak dibantai oleh TNI dan Polri hingga puhuhan jiwa melayang.“ Kasus itu terus dikenang SKPHP sebab merupakan sejarah pelanggaran HAM terbesar di Papua,” ujar Peneas Lokbere.Masih menurut Peneas Lokbere bukan hanya kasus tragedi berdara di Biak yang diperingati, tetapi setiap tahun SKPHP tetap akan melakukan kampanye tentang kasus pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua seperti kasus Abepura berdarah tanggal 7 Desember 2000, kasus Wasior berdarah tanggal 13 Juni 2001 dan kasus Wamena berdarah tanggal 4 April 2003 serta kasus-kasus pelanggaran HAM lain yang terjadi di Papua yang menyebabkan banyak korba jiwa orang Papua.Sejumlah kasus pelanggaran HAM di Papua yang terjadi secara nyata dimata masyarakat, namun negara tidak mengakui hal tersebut, seolah-olah pembunuhan terhadap orang Papua terkesan dibiarkan.“ Kami selalu melakukan kampanye pelanggaran HAM Papua untuk mengingatkan kepada rakyat Papua bahwa pelanggaran HAM yang terjadi merupakan tindakan ketidakadilan terhadap rakyat Papua yang dilakukan negara,” ujarnya.Peneas Lokbere member contoh kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Abepura 7 Desember 2000 sempat diproses hukum di Pengadilan HAM Makasar, namun pelaku yang juga anggota Polri dibebaskan dan diberikan pemulihan nama baik dengan jabatan yang lebih tinggi, sedanggkan korban pelanggaran HAM tersebut yang notaben adalah orang Papua diberikan sikma separasit.Hal itu menimbulkan pertanyaan mengapa orang Papua yang juga orang Indonesai hak-haknya sebagai korban pelanggaran HAM tidak dihargai serta tidak diakui, hal itu membuktikan bahwa tidak mampu untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, sehingga SKPHP akan terus melakukan kampanye pelanggaran HAM yang terjadi di Papua ke tingkatan Internasional.[eka]Ditulis oleh Eka/Papos
Rabu, 07 Juli 2010 00:00