Dikatakan, penyebaran isu tersebut dilakukan untuk membangun mosi tidak percaya kepada aktifis atau MRP dan DPRP. ‘’Dengan dibangunnya mosi tidak percaya, maka ini memancing kemarahan rakyat Papua kepada aktivis atau MRP dan DPRP,’’ tandasnya.
Kegagalan Otsus yang menurut Septer Manufandu ditandai perangkat Otsus yang seharusnya bisa menjadi tempat perlindungan hak-hak mendasar orang asli Papua berupa Perdasi dan Perdasus yang tidak dibuat pihak yang berwenang.
Dan berbagai tragedy kesehatan seperti tewasnya puluhan orang di Dogiai akibat kelaparan diera Otsus, menurutnya itu sebagai salah satu parameter kegagalan Otsus.
Karena itu, Fordem mengharapkan adanya satu ruang yang dibuat untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul di tengah masyarakat dengan melibatkan seluruh komponen bangsa.
‘’Entah itu nanti hasilnya perbaikan UU Otsus atau apa, kami tidak peduli, tapi yang jelas harus dibentuk satu forum yang melibatkan semua stake holder (semua lapisan masyarakat) untuk duduk bersama membicarakan apa yang menjadi permasalahan di tengah masyarakat saat ini,’’ ungkapnya.
Dalam press release Fordem Papua Barat menguraikan dengan panjang lebar tentang berbagai hal, seperti penolakan Otsus yang disebutnya sebagai paket politik, kegagalan otsus dimana di era Otsus justru memarginalkan orang asli Papua, penolakan Raperdasi Raperdasus oleh Pemerintah Pusat, rencana pembentukan MRP untuk Provinsi Papua Barat tersendiri dan berbagai hal lainnya.
Dan pada akhirnya, Fordem Papua Barat yang dipimpin olej Pdt. Dr. Benny Giay mengeluarkan tuju poin berupa pernyataan dan tuntutan.
Poin pertama adalah tentang keberhasilan yang dicapai dalam upaya mendorong proses musyawarah MRP bersama orang asli Papua sampai mengembalikan Otsus yang didalamnya terdapat kendala baik internal maupun eksternal.
Poin kedua, berupa tuntutan untuk dihentikannya segala isu/gosip seperti Uranium, Korupsi, SDM yang rendah dan lain-lain yang bertujuan mengadu domba rakyat Papua.
Poin ketiga, adalah seruan kepada komponen bangsa Papua untuk tidak terprofokasi dengan berbagai isu/gossip tersebut. poin keempat, tuntutan kepada DPR papua dan DPRD Provinsi Papua barat untuk menindaklanjuti rekomendasi hasil musyawaran MRP bersama orang asli Papua.
Kelima, tuntutan kepada DPRP ada anggotanya untuk konsisten dengan keputusan yang diambil pada 12 Juli 2010 tentang pembentukan Tim untuk membedah Otsus melalui forum ilmiah dengan melibatkan semua pihak.
Keenam, adalah himbauan untuk menghentikan bola liar panas yang dihembuskan oleh Negara Indonesia melalui Democratik Center tentang pembentukan MRP di Provinsi Papua Barat. Serta terakhir, yakni poin ketuju, adalah Negara Indonesia bersama aparatur pemerintahannya, harus menghargai dan memberikan ruang demokrasi yang luas dan menyeluruh bagi orang Papua dalam menyampaikan segala aspirasi yang digumulinya.(cr-10)