Oleh: Dominggus A Mampioper
Jayapura, Jubi – Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol (minol) bagi sebagian orang Papua memang bukan tradisi asli tetapi ada beberapa suku yang memiliki mitos tentang saguer. Suku Byak dalam mitos Manarmakeri atau laki laki tua kaskado pernah bergelut dengan Bintang Pagi/Fajar gara-gara Bintang Fajar dituding mencuri saguer hasil sadapan laki laki kaskado sehingga keduanya berkelahi sampai pagi hingga tersingkap rahasia kehidupan.
Tak heran kalau kebiasaan membuat saguer banyak terdapat di Kepulauan Biak Numfor hingga ke Manokwari dan Kepulauan Raja Ampat. Bagi orang Byak tradisi minum saguer biasanya dilakukan setelah panen hasil kebun dan kerja keras.
Bahkan dalam upacara Wor K’Bor akil balik suku Byak warga berpesta selama hampir tiga minggu mempersiapkan para pemuda usai mengikuti pendidikan di Rum Sram atau rumah bujang. Antropolog JR Mansoben dalam tulisannya berjudul Ritus Peralihan, Wor K’Bor mengatakan setelah upacara pemotongan bagian atas dari penis laki-laki langsung ada pula pesta dan penyajian saguer bagi warga yang berpartisipasi dalam pelaksanaan ritus peralihan.
Suku Marind di Kabupaten Merauke juga telah lama mengenal tradisi minum akar wati dalam upacara-upacara adat. Khususnya klen Ndiken memiliki simbol adalah pohon wati. Tanaman ini sangat berarti bagi orang Marind dan juga Marori Men-Gey. Minuman akar wati ini biasanya diolah menjadi minuman adat mengandung alkohol untuk pesta adat dan acara meminang perempuan.
Sebaliknya minuman wati ini, bisa pula digunakan untuk melakukan niat buruk membunuh seseorang dengan cara suanggi. Hal ini bisa terjadi jika seseorang memberikan pohon wati kepada orang yang punya suanggi untuk membunuh orang lain atau mungkin pula lawan dalam klen yang belum melunasi utang.
Berbeda dengan wilayah Papua, bagi warga Melanesia di Vanuatu dan Fiji, mereka sudah mengembangkan minuman kava tradisional sebagai simbol persaudaraan.
Sewaktu Presiden SBY berkunjung ke Suva Fiji pada 17-20 Juni 2014, sempat ikut pula melakukan Yaqona Vakaturaga yaitu upacara minum Yaqona (Kava). Di sisi, SBY diberikan batok kelapa berisi ‘Kava’ oleh seorang peserta upacara. Upacara berikutnya adalah pemberian makanan yang dimasak dengan Lovo yang dimasak dengan ditimbun batu panas atau barapen dalam bahasa Byak.
Akar wati mirip kava
Pohon watu diambil dari akarnya yang kemudian dibersihkan. Akar pohon wati ini dicuci bersih dan ditiriskan terlebih dahulu. Akar wati yang bersih ini kemudian dikunyah dan dicampur dengan air saat mengunyah di dalam mulut. Setelah dikunyah kemudian dicampur dengan air dan siap diantarkan dalam pesta peminangan maupun dalam pesta adat.
Dikenal sebagai yaqona atau sekadar minuman beralkohol di Fiji, kava adalah minuman narkotika ringan yang dibuat dari campuran akar bubuk tanaman merica (piper methysticum) dengan air dan menghasilkan rasa mati rasa di sekitar mulut, bibir, dan lidah serta rasa relaksasi.
Jubi mengutip Wikipedia.org menyebutkan bahwa Kava atau kava kava (Piper methysticum: bahasa Latin ‘lada’ dan bahasa Latin ‘memabukkan’) adalah tanaman di Kepulauan Pasifik. Nama kava berasal dari Bahasa Tonga dan Marquesan, yang berarti ‘pahit’; nama lain untuk kava termasuk Ê»awa (HawaiÊ»i), Ê»ava (Samoa), yaqona (Fiji), dan malok atau malogu (bagian dari Vanuatu).
Kava dikonsumsi untuk efek penenangnya di seluruh budaya Samudra Pasifik Polinesia, termasuk Hawaii, Vanuatu, Melanesia, dan beberapa bagian Mikronesia. Untuk tingkat yang lebih rendah, itu dikonsumsi di negara-negara di mana diekspor sebagai obat herbal. Akar tanaman digunakan untuk menghasilkan minuman dengan sifat penenang, anestesi, dan euphoriant. Bahan aktifnya disebut kavalactone.
Mengapa minol memakan korban
Kebiasaan konsumsi minol terkadang menyalahkan pihak lain dan mengatakan warisan penjajah Belanda dengan kebiasaan minuman beralkohol. Bahkan kemenangan klub-klub sepak bola di Jerman biasanya berlanjut dengan pesta minuman beer. Bagaimana dengan kebiasaan menenggak minol di Tanah Papua?
Warisan atau tradisi, tak tahulah tetapi meminjam pendapat aktivis Aborigin, Charles Perkin, menuliskan bahwa orang Aborigin di Australia sering minum dalam pertemuan-pertemuan tradisional, tidak sebagai minuman-minuman yang sengaja melanggar tata cara minum sebagimana mestinya. Mereka justru memenuhi sindrom “kasihanilah saya” kalau mereka diperbolehkan memperlihatkan tata cara minum yang tidak dapat diterima umum sebagaimana dilaporkan wartawati Kompas dalam artikelnya berjudul Aborigin juru kunci di Australia (Kompas 1992).
Terlepas dari pro dan kontra soal minol di Tanah Papua khususnya di Kota Jayapura, pendapat Majelis Rakyat Papua (MRP) patut mendapat perhatian semua pihak. Yoel Mulait menyatakan data yang diperoleh MRP dari polisi menunjukkan jumlah orang di Kota Jayapura yang tewas karena mengonsumsi minuman beralkohol bertambah.
“Dari data polisi, jumlah korban meninggal akibat minuman beralkohol pada 2018 adalah 21 orang. Pada 2019, jumlah korban meninggal akibat minuman beralkohol bukannya menurun, tetapi malah naik menjadi 32 orang. Sebagian besar [korban] itu orang asli Papua,” kata Mulait.
Pengalaman Jubi sewaktu bertugas di Timika pada 2001 pernah membawa korban miras ke RS Mitra Masyarakat. Timika. Akibat warga menenggak minol merek terkenal asal negara Rusia yang diduga palsu. Kata dokter kala itu, “Untung korban cepat dibawa ke Rumah Sakit, jika terlambat sudah pasti matanya buta atau kehilangan nyawa.” (*)
*) Penulis adalah redaktur senior Jubi
Kebiasaan konsumsi minol, tradisi orang Papua atau warisan penjajah
12:02
0