Ribuan Warga Keluar Rumah Mencari Tempat Pengungsian. (Foto: Ist) |
Para pemberontak di Papua telah mulai melakukan pemberontakan tingkat rendah sejak awal 1960-an, ketika Indonesia mencaplok wilayah yang dulunya merupakan koloni Belanda. Papua secara resmi dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1969 setelah pemungutan suara yang disponsori oleh AS meski dianggap sebagai penipuan oleh banyak orang.
Tambang, yang hampir setengahnya dimiliki oleh Freeport-McMoRan AS dan dijalankan oleh PT Freeport Indonesia, dipandang oleh separatis sebagai “simbol pemerintahan Indonesia” dan telah sering menjadi sasaran pemberontak.
Waterpau mengatakan, para penyerang yang diyakini anggota Tentara Pembebasan Papua Barat, sayap militer Organisasi Papua Merdeka, menyergap patroli polisi dari sebuah bukit pada 29 Februari, hingga menewaskan seorang perwira dan melukai dua lainnya.
Dalam serangan kedua, orang-orang bersenjata tersebut menembak mobil polisi pada hari Selasa, hingga melukai petugas lainnya, ungkapnya.
Serangan itu terjadi di kota pertambangan Tembagapura di Papua, tempat pemberontak pernah bertempur melakukan pemberontakan tingkat rendah untuk merdeka.
Seorang kepala badan mitigasi bencana lokal, Yosias Lossu, mengatakan bus milik PT Freeport Indonesia mengevakuasi sejumlah 258 penduduk desa dari desa Banti dan Kali Kabur pada hari Jumat. 699 orang lainnya, kebanyakan wanita dan anak-anak, dievakuasi Sabtu pagi.
Dia mengatakan sekitar 800 penduduk desa dari Longsoran, Batu Besar dan desa Kimbeli dievakuasi ke markas polisi di Tembagapura pada hari Jumat.
“Kebanyakan wanita dan anak-anak takut dan merasa terintimidasi oleh tembakan di dekat desa mereka,” kata Lossu.
Komandan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, Lekagak Telenggen, mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dirilis Sabtu bahwa mereka bertanggung jawab atas serangan di Tembagapura.
“Kami akan terus berjuang sampai PT Freeport Indonesia berhenti beroperasi dan ditutup,” kata Telenggen.
(Sumber berita dari nytimes.com, diterjemahkan oleh tim redaksi jagapapua)