Ketua Komisi C DPR Papua, Carolus Bolly mengatakan, pengelolaan dana Otsus digabungkan dengan APBD membuat dana Otonomi Khusus menjadi kabur penggunaannya. Dimana, sesuai dengan UU No 21 tahun 2001, dana Otsus digunakan untuk membiayai empat bidang yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur.
“Dengan digabungnya antara dana Otsus dan APBD, mengakibatkan penggunaan dana Otsus menjadi kabur, karena semuanya dimasukkan ke APBD dan menjadi sumber pendapatan lain,” ujarnya kepada wartawan di ruang kerjanya belum lama ini.
Selain itu Carolus menilai, dengan penggabungan tersebut menyebabkan pembagiannya menjadi tidak jelas, karena empat bidang prioritas yang diamanatkan dalam UU Otonomi Khusus yang dibiayai dana Otsus, semuanya digabungkan ke dalam APBD.
“Kita tidak tahu dari jumlah dana Otsus yang diterima, berapa persen yang dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur,” tegasnya.
Disisi lain, tidak transparannya penggunaan dana Otsus menjadi salah satu penyebab kekecewaan rakyat Papua terhadap pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua, yang diwujudkan dalam aksi demo mengembalikan Otsus ke Jakarta karena dinilai gagal meningkatkan kesejahteraan hidup Orang asli Papua.
Untuk itu, DPRP mengusulkan agar pemerintah Provinsi Papua segera membentuk lembaga tersendiri untuk mengelola dana Otsus Papua ditunjang dengan fungsi pemerintah sebagai fasilitator yang melakukan pengawasan, evaluasi dan pemeriksaan. Sementara untuk perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan anggaran dilakukan oleh lembaga independen yang dibentuk.
“Untuk mengelola dana Otsus secara tersendiri, memang dibutuhkan Undang-Undang tersendiri,” katanya.
Untuk itu, pemerintah Provinsi Papua melalui Kepala Badan Keuangan dan Pengelolaan Asset Daerah Provinsi Papua, DR. Achmad Hatari, SE, M.Si juga harus mendukung pengelolaan dana Otsus secara tersendiri.
“Sembilan tahun Otsus di Papua namun pengelolaan dananya tidak transparan dan tidak teraplikasi secara baik kepada rakyat Papua, dengan dasar itu maka diperlukan penataan yang baik melalui Undang-Undang,” ungkapnya.
Sementara itu Ketua Komisi A DPR Papua, Ruben Magai menegaskan, dua kali aksi demonstrasi ke DPRP beberapa waktu lalu yang menuntut agar Otsus Papua dikembalikan karena dinilai gagal, merupakan dampak dari tidak terkelolanya dana tersebut secara baik.
“Seharusnya dana tersebut dikelola tersendiri agar rakyat dapat mengetahui, dana itu digunakan untuk membiayai apa, agar penggunaannya dapat dikontrol,” kata Ruben Magai.
Dari catatan Papua Pos, dana Otsus yang diterima Provinsi Papua sejak tahun 2002 hingga 2009 ini mencapai sekitar Rp. 18,7 Triliun dengan rincian tahun 2002 sebesar Rp.1.382.300.000.000 tahun 2003 Rp.1.539.560.000.000, tahun 2004 Rp.1.642.617.943.000, tahun 2005 Rp.1.775.312.000.000, tahun 2006 Rp.2.913.284.000.000, tahun 2007 Rp.3.295.748.000.000, tahun 2008 Rp.3.590.100.000.000, tahun 2009 Rp.2.609.796.098.000, jumlah keseluruhan Rp.18.748.718.041.000.
Dan ditahun 2010 ini, rencana pendapatan Dana Otsus berkisar Rp.2,6 Triliun.[anyong]
Ditulis oleh Anyong/Papos
Sabtu, 07 Agustus 2010 00:00