Alm Agus Alua dan Dr. Sofyan Yoman kampanyekan resolusi 2504 tahun 1969 di West Papua, dan ada beberapa intelektual lain seperti Dr. Erari, Pigai, dll. Selain, para diplomat Papua dan organ-prgan perjuangan, terus tuntut pencabutan resolusi ini.
Tetapi, mayoritas orang Papua masih takut bicara ini. Tahun 2010 saya tulis Resolusi ini dalam buku saya. Oktober 2014 saya tulis Resolusi 2504 ini dalam sebuah artikel dalam bahasa Jerman diterbitkan di sebuah jurnal berbasis gereja di Jerman Tengah. Tahun 2017 bahas Resolusi ini juga dalam suatu artikel lain. 4 Maret 2018 saya kembali tegaskan Resolusi dalam sebuah interview dan dipublikasi di media milik Indonesia, Satu Harapan. 19 Desember 2018 saya kirim surat terbuka kepada Presiden Jokowi, salah satu tema adalah resolusi 2504 itu. Tahun 2021 saya tanggapi pernyataan Prof. Mahfud MD tentang resolusi itu. Karena resolusi ini tidak sah, dan ini akar masalah utama soal Papua dan bisa dicabut.
Hari ini banyak orang bicara resolusi 2504 itu, dimana-mana secara terbuka baik orang Papua sendiri maupun orang Indonesia. Terbaru, tangga 17 April 2023 ini, saudara John Anari tanya dua pertanyan penting kepada Presiden Majelis Umum PBB, salah satu pertanyaan tentang pencabutan resolusi itu. Presiden Majelis Umum PBB menjelaskan mekanisme resmi PBB tentang perubahan termasuk pencabutan atau pembatalan sebuah resolusi termasuk resolusi 2504 itu.
Dengan dua cara, pertama anggota mengusulkan resolusi melalui salah satu komisi dari enam komisi di Majelis Umum PBB, dan kedua resolusi diajukan oleh satu atau beberapa negara anggota PBB, dan dengan itu resolusi bisa direvisi, dicabut atau dibatalkan.
Maka, slogan Indonesia bahwa Papua menjadi bagian NKRI harga mati itu sudah dibantah oleh Presiden Majelis Umum PBB sendiri.