JAYAPURA—Ketua DPP Partai Hanura Wiranto SH, menjelaskan sebenarnya yang penting bukan istilah yang dibangun apakah Otonomi Khusus (Otsus) atau Otonomi Biasa atau Otonomi Plus, tapi yang penting kebijakan pemerintah mampu menjawab keinginan publik bahwa seyogyanya masyarakat ditempat dimana ada sumber kekayaan alam, dia berhak untuk mencicipinya.
Pasalnya, kekayaan alam itu sebenarnya bukan titipan dari pemerintah pusat atau bukan warisan nenek moyang tapi itu karunia warisan dari Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dinikmati oleh rakyat yang ada di daerah itu. Hal ini disampaikan Wiranto ketika menggelar jumpa pers usai membuka rapat verifikasi internal dan temu konsolidasi Partai Hanura Se-Provinsi Papua di Hotel di Hotel Aston Jayapura, Jumat (27/5). Mantan Pangab ini ditanya soal makin kuatnya rakyat asli Papua menolak Otsus. Dia mengatakan, ada satu kebijakan dimana kalau suatu daerah terlalu kaya tentunya ada subsidi ketempat lain. Tapi jangan sampai daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA) tapi rakyatnya miskin.
Menurutnya, hal ini tak adil karena aturan dan bentuk apapun yang akan dilakukan hendaknya tetap berorientasi kepada memberikan keadilan dan pemerataan kepada masyarakat.
“Sebenarnya kita kan bicara istilah ya dalam satu sistim pemerintahan tapi apa sih esensi dari sistim yang kita kejar itu apa sih kan keadilan dan pemerataan pembangunan. Tapi apapun istilahnya rakyat Papua ingin bahwa dia bisa menikmati kekayaan yang ada dibuminya,” katanya.
Kembali Terjajah
Suami Ny Uga Wiranto ini menjelaskan, selain kekayaan alam Indonesia termasuk Papua lebih banyak dimonopoli aset asing, maka kecerdasan bangsa Indonesia harus membayar mahal dari kecerdasan bangsa lain. Salah satu contoh, Telekomunikasi ternyata hampir 70 persen sudah di kuasai aset asing. Belum perusahaan-perusahaan lain. Hal ini seakan-akan bangsa Indonesia kembali terjajah dengan cara yang lain oleh bangsa lain.
Karena itu, lanjutnya, pihaknya mengajak direnungkan dan dipahami oleh rakyat Indonesia sendiri untuk kemudian mencari sebab-sebabnya ternyata pada pemimpinlah yang sebenarnya merupakan tongkat utama untuk maju mundurnya suatu bangsa.
“Para pemimpin akan menentukan mati hidupnya satu bangsa, keadaan seperti ini tidak terlepas dari tanggung jawab dari para pemimpin bangsa,” tukasnya.
Dia mengatakan, kini para pemimpin sumbernya ada dari partai politik. Partai politik yang mengkader dan mendidik pemimpin yang melahirkan pemimpin bangsa saat ini. Namun tatkala melihat banyak pemimpin kini terlibat KKN yang harus berhadapan dengan hukum.
“Kita sedih tatkala melihat korupsi begini banyak merajalela dan ternyata itu semua akan berhubungan dengan akhlak dan moral para pemimpin,” ucapnya.
Menurut dia, lima tahun lalu para pendiri Partai Hanura sudah memikirkan bahwa harus ada jalan keluar. Harus ada cara menanggulangi kader-kader dari partai politik kembali mempunyai akhlak dan moral yang baik, maka pemikiran saat iti adalah segera memasuki dunia politik.
Dia mengatakan, pihaknya membangun partai politik tetap berbasiskan kebenaran dan berbasiskan sesuatu kekuatan dari Tuhan Yang Maha Kuasa mengawal para pemimpin untuk selalu berbicara dan berbuat dalam melaksanakan kebijakan dalam koridor kebenaran, koridor yang diinginkan oleh agama dan dikehendaki oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Karena itu, tambahnya, hatinurani adalah kekuatan yang paling dalam yang ada di setiap manusia untuk berbicara kebenaran dan tak pernah bebohong. Partai Hanura didirikan dari awal bukan untuk memperebutkan kekuasaan semata-mata, tapi tetap mencari kekuasaan untuk bisa memberikan kesejahteraan dan ingin membangun suatu model kepemimpinan baru yang selalu berkiblat kepada kebenaran dan kejujuran. “Kita mengharapkan suatu saat para pemimpin bangsa disemua tingkatan sudah pandai menggunakan hati nurani,” ujarnya. (mdc/don)