Type Here to Get Search Results !

SURYA Online » Mewaspadai Gerakan Petualang Politik Internasional

SURYA Online » Mewaspadai Gerakan Petualang Politik Internasional

Asing Lindungi Separatis
SURABAYA- SURYA-
Peristiwa pembatalan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Belanda memang sudah sepekan berlalu. Namun isu gerakan separatis yang menjadi biang batalnya kunjungan itu terus menggelinding.

Gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS) menjadi penyebab batalnya Presiden SBY ke Belanda itu. Mereka meneror lewat gugatan ke pengadilan Den Haag, tiga hari sebelum rencana kunjungan SBY dilakukan 5 Oktober lalu.

Inti gugatan itu meminta pemerintah Belanda mencabut imunitas Presiden SBY karena telah melakukan pelanggaran HAM terhadap RMS dan Maluku Selatan.
Gugatan itu memang akhirnya ditolak. Tapi gerakan itu sudah berhasil menggagalkan kedatangan SBY sekaligus memperkuat eksistensi di mata internasional.

“Saya khawatir pembatalan kunjungan ini justru akan ditiru gerakan-gerakan separatis untuk menekan pemerintah RI di dunia internasional,” tutur Bara Hasibuan.
Menurut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini seharusnya Presiden SBY tidak perlu menggubris teror mereka.

Mahfudz Sidik, Ketua Komisi I (Bidang Pertahanan, Luar Negeri, dan Komunikasi) sepakat dengan pendapat Bara. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu melihat nyawa gerakan separatis sekarang memang berada di luar negeri. “Konsolidasi di luar negeri memiliki peran lebih menonjol. Ini terbukti ampuh saat digunakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan yang sekarang ditempuh RMS maupun Organisasi Papua Merdeka (OPM),” tegasnya.

Sejumlah fakta mendukung omongan Bara Hasibuan dan Mahfudz Sidik. Para pimpinan RMS memilih berlindung di luar negeri. Pemimpin besar mereka Alex Manuputty berada di Amerika, sedang pimpinan lainnya berada di Belanda. Mereka juga mendapatkan dukungan dari sebagian konggres Belanda.

Gerakan yang sama dilakukan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM). Mereka menyambung nyawa lewat dukungan Amerika. Usaha mereka cukup berhasil. Salah satu buktinya, Anggota Kongres Amerika yang dimotori Eni Faleomavaega sampai mengesahkan House Representative (HR) 2601 atau Undang-Undang Nomor 2601 tahun 2005 silam. Isinya mempertanyakan keabsahan pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang mendasari masuknya Papua dalam NKRI.

Tidak hanya itu, Eni Faleomavaega Dan Payne juga berhasil mempengaruhi sedikitnya 50 anggota Kongres Amerika ikut menandatangani surat agar Pemerintahan Obama menjadikan Papua Barat sebagai salah satu prioritas di tahun 2010 ini.
“Selama konsolidasi di luar negeri ini tidak dipotong, saya kira penanganan gerakan di dalam negeri menjadi tidak banyak berarti. Padahal penanganan dalam negeri kami lihat sudah bagus, misalnya pemberlakukan otonomi khusus di Papua, meskipun masih ada kekurangan dalam implementasinya,” tegas Mahfudz.

Otonomi khusus untuk Papua itu sudah diberlakukan pemerintah sejak 2001 silam. Tetapi gejolak tuntutan referendum (untuk Papua Merdeka) tetap saja muncul. Terakhir Juni 2010 lalu, sekitar 10.000 warga turun jalan menuntut referendum.

Maksimalkan Kemenlu

Belum lagi gejolak dalam bentuk kontak senjata, yang kerap kali muncul. Kontak senjata terakhir terjadi Agustus lalu, hingga membuat kota dan pusat pemerintahan Puncak Jaya Papua mencekam.

Begitu pula penanganan separatis RMS di dalam negeri. Serangkaian penangkapan terus dilakukan setiap kali muncul letupan, seperti dalam insiden tarian Cakalele di depan Presiden SBY, 2008 silam. Terakhir penangkapan dilakukan Juli-Agustus lalu, terkait rencana pengibaran bendera RMS jelang kedatangan SBY dalam acara Sail Banda, Agustus 2010. Tidak kurang 20 pimpinan RMS di dalam negeri ditangkap, termasuk Frans, yang disebut-sebut sebagai Menteri Dalam Negeri RMS.

Namun rangkaian penangkapan itu justru berhasil dijadikan propaganda para pimpinan RMS di luar negeri (LN) untuk menjatuhkan pemerintah RI dengan dalih pelanggaran HAM.

Mahfudz Sidik menyatakan Komisi I DPR akan memanggil Menteri Luar Negeri dan jajarannya. “Kami ingin tahu detil agenda Kemenlu dalam penanganan separatis di LN tersebut. Kalau mungkin perlu ditambah atase intelijen, pada kedutaan di negera-negara tujuan separatis,” katanya. nian/kcm/ant

Dibaca: 216 kali

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Hollywood Movies